Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya mengemborkan program konversi penggunaan energi minyak bumi ke energi gas bumi. Dalam waktu dekat ini, Pemerintah bahkan berencana untuk melakukan program gastifikasi di tiga kota, yaitu : Jakarta, Palembang, dan Jawa Timur. Akan tetapi, ironis memang, ditenggah gencarnya Pemerintah mengemborkan program konversi penggunaan energi minyak ke energi gas bumi, muncul kisruh terkait pipa transmisi gas bumi. Perusahaan swasta yang bergerak diindustri gas menuduh PT.Perusahaan Gas Nasional (PT.PGN) memonopoli pipa trasmisi gas untuk kepentingan perusahaannya. Hal ini terjadi, karena rangkap posisi yang dimiliki oleh PGN PGN yang menjalankan fungsi pengangkutan (transporter) sekaligus niaga (trader) gas bumi melalui pipa.
Para pelaku bisnis gas merasa dirugikan oleh sikap PT. PGN Tbk dalam memprioritaskan pegaliran gas bumi melalui pipa. selama ini, PT. PGN Tbk hanya mementingkan pengaliran gas miliknya ketimbang perusahaan lain yang hanya membayar toll-fee (ongkos bayar) dari penggunaan pipa. Akibatnya, perusahaan swasta lainnya yang ingin mengalirkan gas miliknya melalui pipa milik PT.PGN mengalami kesulitan. Padahal, seharusnya pipa transmisi “open acces” (terbuka) bagi siapa saja. PT. PGN sebagai perusahaan transporter, harusnya memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada siapa saja untuk menggunakan gas melalui pipa trasmisi yang dikuasainya.
PGN memang membangun pipa dengan dananya sendiri, namun PGN diberi syarat diberi izin bangun pipa tetapi dengan syarat harus open-accsess. Artinya, PGN harus memberikan ijin kepada siapa saja yang ingin menggunakan pipa gasnya asalkan membayar ongkos. PGN selama ini mengaku telah memberlakukan sistem open acces, tetapi buktinya tidak semua orang bisa menggunakan pipa gas milik PGN. Ketika pipa gas terisi penuh oleh gas milik PGN, perusahaan lain tidak bisa mengalirkan gas miliknya melalui pipa gas milik PGN. Hal ini, berarti PGN tetap lebih memprioritaskan kepentingnnya dibandingkan kepentingan pihak lain. Seharusnya PGN bisa bersikap lebih bijak, misalnya dengan membatasi volume gas PGN melalui pipa transmisi sehingga penjual lain bisa masuk ikut menggunakan pipa tersebut dengan membayar toll-fee saja kepada PGN. Karena pipa transmisi pada prinsipnya bersifat open-access, tidak boleh dimonopoli untuk kepentingan trading-nya PGN sendiri.
Permaslahan lain yang muncul dengan rangkap posisi PGN adalah dalam hal harga gas, PGN memposisikan diri sebagai "trader", tapi dalam hal volume, PGN"transporter". PGN dengan mudah melemparkan permasalahan kekurangan volume gas ke hulu. Sebagai "transporter", PGN memang boleh bersikap seperti itu, tapi sebagai "trader" semestinya PGN mengupayakannya volume gas yang dibutuhnya dari sumber lain. Dari segi harga, PGN selama ini dinilai sudah menikmati harga gas di hulu yang sangat murah, kerana status PGN sebagai BUMN. Padahal 40 % saham perusahaan tersebut milik swasta dan asing. Maka, lanjutnya, mutlak diperlukan intervensi langsung pemerintah dalam bentuk pengaturan harga (regulated price) dan pemisahan yang jelas antara produsen, "trader", "transporter", dan konsumen. Sehingga, tidak ada pihak yang merasa lebih diuntungkan dan pihak yang merasa dirugikan.
Posisi rangkap PGN menyalahi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor (Permen ESDM) Nomor 19 Tahun 2009. Pasal 19 ayat (1) Permen ESDM 19/2009 menyebutkan, badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa dan hak khusus pada ruas transmisi dan/atau wilayah jaringan distribusi dilarang melakukan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada fasilitas pengangkutan gas bumi yang dimiliki dan/atau dikuasainya. Lalu, Pasal 19 ayat (2) menyebutkan, dalam hal badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa dan hak khusus pada ruas transmisi dan/ atau wilayah jaringan distribusi melakukan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada fasilitas pengangkutan gas bumi yang dimilikinya dan/atau dikuasainya, wajib membentuk badan usaha terpisah dan mempunyai izin usaha niaga gas bumi melalui pipa.
Ketegasan pemerintah dibutuhkan untuk dapat mengatasi soal “open acces”. Pemerintah harus menegaskan posisi PGN, sebagai “transporter” atau sebagai “trader”. Kalau PGN mau menjadi "Transporter” tidak boleh sekaligus menjadi “trader", harus dibentuk perusahaan baru kalau PGN tetap mau bertindak sebagai trader melalui pipa gas yang dikuasainya. Menurut dia, struktur pasar gas domestik, khususnya menyangkut penyediaan jaringan transmisi dan distribusi, memang tidak kompetitif, tetapi cenderung mengarah ke monopoli. Oleh sebab, itu harus ada intervensi dari pemerintah agar, tidak ada pihak yang sangat memonopoli jaringan transmisi dan distribusi gas bumi.
Ketegasan pemerintah untuk mengatur bisnis gas memang sangat dibutuhkan. Langkah pemerintah dengan mengeluarkan Kepmen nomer 2700 Tentang tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional Tahun 2012-2025 sudah tepat. Kepmen 2700 memberikan angin segar kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk dapat menguasai pipa gas yang termasuk dalam kategori open acces. Sekarang, yang harus dilakukan pemerintah adalah mengawasi agar peraturan tersebut dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar