MIND AND OPINION ABOUT CNG

Selasa, 15 Januari 2013

KARUT-MARUT KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 2012


Produksi minyak bumi indonesia kian hari kian merosot, menurut data penurunan produksi sudah terjadi sejak 1996. Sejak 1996 sampai dengan sekarang, produksi minyak bumi nasional menurun rata-rata sikitar 4% pertahun. Hingga akhir tahun 2012, Indonesia diperkirakan hanya mampu memproduksi minyak bumi dan kondensatnya sebanyak 860.000-870.000 barel per hari, turun 3,6% dibandingkan tahun sebelumnya 902 ribu bph. Hasil tersebut lebih rendah dibandingkan target produksi terangkut (lifting) minyak mentah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2012 sebesar 930h ribu barel per hari. Dengan demikian lifting minyak bumi tahun 2012 tidak akan tercatpai.
Untuk diketahui, minyak bumi di Indonesia sudah ditemukan sejak seratus tahun silam dan sejak itu pula pengurasan terus berlangsung. Ketika pengursan terus berlangsung, produksi minyak bumi akan mencapai titik jenuh. Ketika produksi sudah mencapai titik jenuh maka produksi akan decline dan tidak akan bisa untuk sustain. Menurut saya, produksi minyak bumi kita sudah mencapai titik jenuh sejak tahun 1996,  sekarang memasuki masa decline. Dapat diperkirakan bahawa produksi minyak bumi kita akan terus merosot, hingga akhirnya nanti benar-benar habis. Saya tidak bisa katakan dengan pasti kapan produksi itu akan habis, tetapi cepat atau lambat itu pasti akan terjadi.
Secara alami, produksi minyak mentah terus merosot, sementara konsumsi BBM tak pernah turun seiring meningkatnya jumlah penduduk dan industrialisasi. Berdsarakan fakta dan data yang ada,  konsumsi minyak sampai akhir 2012 diperkirakan bisa mencapai lebih dari 42 juta kiloliter. Sekarang grafik produksi dan konsumsi minyak bumi berbading terbalik, di mana produksi akan terus merosot, sedangkan konsumsi semakin meroket. Pemerintah boleh saja berasalan adanya hambatan dilapangan yang menyebabkan produksi tidak maksimal.
Kenyataannya produksi minyak nasional terus anjlok, sasaran produksi dalam APBN selalu gagal dicapai. Akibatnya, ketergantungan pada minyak import terus meningkat sehingga ketahanan energi sangat rawan. Hal ini, disebabkan bukan hanya karena potensi sumber daya Migas yang habis, tetapi juga karena salah kelola. Selama ini, kita terlalu bergantung pada minyak bumi, sehingga produksi energi dari sumber lain kurang tingkatkan. Begitu bergatungnya kita pada minyak bumi, sampai postur pendanaan APBN juga bergantung pada penerimaan migas. APBN kita juga masih harus dibebani dengan subsidi BBM, untuk terus bisa menyediakan BBM yang murah. Drai tahun ketahun kita harus melakukan subsidi BBM, karena tidak punya energi alternatif.
Seharusnya ketergantungan berbagai sektor energi domestik hanya pada minyak bumi perlu dikurangi. Dengan cadangan yang semakin menipis sementara permintaan terus meningkat. Pemerintah harus mampu merumuskan bauran energi terbarukan dan sumber energi baru selain minyak bumi. Kalu tidak, dalam waktu dekat kita akan mengalami kelangkaan energi. Tahun ini saja buktinya, berapa kali kouta BBM habis sebelum waktu yang ditentukan. Di berbagai daerah sempat terjadi kelangkaan BBM.
Selain kelangkaan, kita akan membayar harga yang sangat mahal untuk mendapatkan energi. Sebagai bukti, jika dibandingkan dengan negara tetangga harga listrik kita paling tinggi.  Itu karena, produksi listrik kita masih mengandalkan BBM, yang notaben harganya sangat mahal. Bagaimana PLN bergantung kepada bahan bakar fosil yang tak terbarukan. Negara pun gamang untuk menaikkan harga BBM guna menghemat subsidi, namun di lain sisi harus bersitegang dengan rakyatnya.
Saya selalu mempertanyakan, bagaimana bisa negara yang kaya akan sumber daya alam, menglamali krisis energi ? Kita memiliki banyak sekali sumber energi, ada gas bumi, pas bumi, batu bara. Cadangan-cadangan gas Indonesia tersebar di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Papua. Berbanding terbalik dengan minyak, cadangan terbukti gas nasional selalu merangkak naik. Sejatinya Indonesia memiliki 40% potensi panas bumi dunia. Sayangnya, baru sekitar 4% saja yang dimanfaatkan.
Pengelolaan energi yang karut-marut, mungkin adalah jawaban atas pertanyaan saya di atas. Kita memiliki banyak sumber energi, tetapi kita belum bisa mengelola itu semua dengan efektif dan efisien. Padahal kita sudah mempunyai Badan khusus untuk merumuskan kebijakan energi nasional. Dulu kita punya (Badan Koordinasi Energi Nasional) BAKOREN yang sekarang digantikan oleh Dewan Energi Nasional (DEN). Tetapi kalau boleh saya katakan kedua badan ini impoten, tidak pernah bisa menghasilkan kebijakan energi yang benar-benar efektif untuk mengelola energi nasional. Padahal, tanpa arah kebijakan energi yang jelas, sudah barang tentu pengelolaan energi akan karut-marut dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Sebagai bukti karut-marutnya kebijakan energi kita, kita selalu mengekspor gas bumi, padahal kebutuhan domestik belum terpenuhi. Kita, selalu mengekpor batu bara dengan kualitas baik, sedangkan batu bara dengan kualitas rendah barulah diberikan untuk PLN, itupun tidak pernah mencukupi kebutuhan. Menurut saya, sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, kita belum pernah mampu berdaulat. Berdaulat yang saya maksudkan adalah menikmati hasil sumber daya alam, baik energi atau hasil tambang lainnya , secara utuh untuk kepentingan nasional.
Saya  terus berharap, Dewan Energi Nasional (DEN) di tahun ini tidak lagi impoten dan dapat menghasilkan Kebijakan Energi Nasional jangka panjang yang dapat digunakan sebagai acauan untuk mengelola sektor energi nasional. Sehingga, karut-marut pengeloaan sektor energi di tahun 2012 tidak terulang lagi di tahun ini dan seterusnya. Saya yakin dengan kebijakan energi yang tepat dan pro kepentingan nasional, kita mampu menjadi negara yang berdualat dan bermartabat. Sekarang energi adalah suatu yang sangat berharga dan terbatas dan kita mempunyai banyak sumber energi, seharusnya itu bisa menjadi kekuatan bagi kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar